Thursday, April 27, 2017

Warna Kebiasaan

Sore kemarin, sepulang kerja, saya setengah kaget waktu lihat apa yang istri saya lakukan. Dengan perutnya yang gendut  ~ doi lagi hamil anak kami yang ketiga, sudah masuk bulan keenam ~ doi naik tangga sambil megang kuas dan ember kecil berisi cat. Memang saya tahu doi ga bisa diem, bahkan di kehamilan-kehamilan sebelumnya, tapi saya ga nyangka kalau akhirnya doi ngelakuin ini.  Setelah diskusi yang tidak selesai tempo hari, istri saya maksain buat cat ulang dan ganti warna dinding kamar kami dengan warna pilihannya. Tapi... Ah, biarlah. Toh, doi juga yang lebih sering ada di rumah. Kalau doi senang, insyaallah saya ikut senang.

Sebelum adzan maghrib, doi sudah lepas kuas. Lepas isya, ga tega lihat doi yang pengen lanjutin ngecat malem-malem, terpaksa Pierce Brosnan turun tangan, ikut-ikutan megang kuas. Sayang istri, kalau orang bilang.

Sebelumnya, kamar kami berwarna biru. Biru facebook, atau mungkin lebih muda. Sekarang pilihan warna yang terpilih adalah krem. Beda jauh.

Pilihan warna yang beda jauh dengan warna sebelumnya ini ternyata cukup membuat repot. Kami harus berusaha keras, gimana caranya dinding yang awalnya biru, bisa berubah krem, tanpa ada noda, bercak, atau sisa warna biru yang membayang.

Seingat saya, dan kalau tidak salah hitung, untuk ruangan dengan ukuran 3*3*4 saja, kami sudah habis 4 kilo cat, dengan hasil yang belum maksimal. Masih ada dua kantung cat kiloan yang siap menunggu giliran (saya pakai cat kiloan curah, biar hemat 😁).

Melakukan Perubahan itu Ga Gampang.

Cat dinding di kamar saya berwarna biru, sejak lebih dari setahun yang lalu. Kami ingat, kami juga melumurkan banyak cat biru untuk dinding kamar ini, untuk menutup warna sebelumnya. Hehe, memang saya sengaja tidak mengupas cat sebelumnya karena takut dinding rumah malah rusak. Yah, maklumlah kualitas dinding perumahan RSS. Sekali senggol aja kadang jebol.

Nah, ini artinya.... Saya harus berusaha keras untuk meletakkan warna  cerah untuk menutup warna-warna sebelumnya yang cenderung lebih gelap. Saya butuh usaha lebih untuk membuat perubahan ini. Saya butuh banyak dukungan, modal dan mood untuk melanjutkan perjuangan ini. Tapi, sebaliknya, sangat mudah untuk melaburkan cat gelap untuk menutup warna cerah.

Sama halnya dengan kebiasaan. Kebiasaan ibarat cat pada dinding, yang menempel erat dan menutup semua permukaan. Warna gelap cat menyimbolkan kebiasaan buruk, warna cerah menyimbolkan kebiasaan baik. Ketika kita sudah terbiasa melakukan kebiasaan buruk, akan sangat susah bagi kita meninggalkannya. Satu dua hari ditinggalkan, hari ketiga kembali dilakukan.

Mustahilkah untuk berubah?

Tidak! Kebiasaan bisa dirubah, asal kita konsisten untuk terus mengusahakannya. Kebiasaan buruk dapat diganti dengan kebiasaan baik. Seperti proses pengecatan dinding kamar, dari yang semula berwarna gelap, dapat menjadi lebih terang. Ya, konsisten alias istiqomah.

Saya pernah dengar satu teori, entah dari mana, katanya, kalau kita melakukan satu kebiasaan terus-menerus selama 90 hari, maka kebiasaan itu akan melekat dan susah untuk kita tinggalkan. Kebiasaan itu akan secara otomatis masuk ke dalam jadwal rutin kita, bahkan kita akan merasa ada yang kurang bila melewatkannya. Jadi, sekarang tinggal kapan kita memulainya...

Yuk, kita nge-cat lagi!